Januari 21 2020 0Comment

Sepenggal Kisah dari Daniel Sanan

Semilir angin pagi menyapa dedaunan bambu yang tumbuh di samping rumahku. Sesekali gesekan batangnya terdengar melengking dan menimbulkan rasa risih bagi orang yang sensitif dengan suara itu. Kopi di cangkir belum juga habis tak kala sahabatku menyapa. “Ayo kita berangkat ke CUPS”, sapanya. Namanya Bagundan dia seumuran denganku yang hampir mendekati umur 60 tahun. Memang usia kami tak muda namun entah raga ini tiba-tiba semangat ketika menyebut nama CUPS. Ya hari ini lembaga pemberdayaan itu melaksanakan Pra Rat aku adalah salah satu orang yang menjadi anggotanya.

“Sebentar, aku habiskan dulu kopiku lalu kita berangkat”, seruku pada sahabatku Bagundan. Kuambil tas kecil yang masih terawatt dengan baik. Tas itu bertuliskan CUPS yang merupakan kenang-kenangan saat RAT tahun lalu. Kubuka reseleting tas untuk sekedar memastikan perlengkapan pribadiku yang telah kusiapkan. “Ah, pinang sirih lengkap”, ujarku dalam hati.

Kami pun berangkat dari kampungku Cadangan menuju kota kecamatan yakni Sungai Melayu. Ada sekitar 4 buah motor kami berangkat dari kampung halaman. Melewati jalan tanah yang telah kering setelah tiga hari sebelumnya becek karena tercurah oleh hujan yang turun. Cadangan adalah sebuah kampung tua di Sungai Melayu. Sebagian besar masyarakatnya adalah masyarakat adat Dayak yang masih memegang teguh adat dan budaya. Di bagian luar kampung itu ditinggali oleh warga transmigrasi yang banyak berasal dari luar pulau, tepatnya lagi dari pulau Jawa. Kami berinteraksi dengan harmonis karena memegang teguh semangat kebersamaan dan toleransi.

Setengahan jam kami sampai di kota Kecamatan yakni di gedung pertemuan yang terletak di sebelah kantor Kecamatan. “Selamat pagi pak Sanan”, sapa seorang perempuan kepadaku. Kusambut dengan senyum dan menanyakan kabar padanya. Perempuan itu bernama Antonina ia bekerja sejak CUPS berdiri di Pengatapan hingga di Sungai Melayu.

Didalam gedung aku berjumpa dengan berbagai orang dengan berbagai latar belakang. Ada yang berasal dari NTT, Jawa Tengah, Jawa Barat, NTB, Jawa Timur dan tentu dari Sungai Melayu. Kami bercengkrama satu sama lain sambil menceritakan pengalaman ber-CU.

Sekitar pukul 10:00 pagi acara di gedung itu pun mulai. Acara itu adalah agenda tahunan yang dilaksanakan oleh CUPS secara rutin, yakni acara Pra RAT. Kegiatan ini dilaksanakan serentak di TP-TP Sungai Melayu. Acara ini berisi laporan perkembangan CUPS baik secara keseluruhan maupun secara khusus di TP yang bersangkutan. Usul dan saran biasanya akan dibawa ke RAT Pleno yang dilaksanakan selang sebulan dari pelaksanaan RAT. Dalam Pra RAT juga dilaksanakan pemilihan utusan TP yang menghadiri RAT Pleno di Kantor Pusat.

Camat Sungai Melayu pun membuka acara Pra RAT kali ini. H. Matjuni namanya, ia baru rupanya menjabat sebagai camat. “Kita jangan Tarik tabungan, kalo perlu kita pinjam di CU bapak-ibu, saya juga sudah menjadi anggota CUPS”, serunya mengajak peserta. “Wah, hebat bapak ini jadi anggota juga rupanya”, gumanku dalam hati.

Untuk menyemangati yang muda di sela kegiatan aku pun menyumbangkan sebuah syair yang kulagukan. “O………CUPS harapan kami, tempat kami menabung untuk masa depannnn, tetaplah engkau bersemiiii, karena kaulah tempat harapannn”, seruku disambut riuh tepuk tangan.

Bukan tanpa alasan aku sangat militan pada CUPS. Aku sudah berkali-kali merasakan manfaat dengan menabung di lembaga pemberdayaan itu. Bukan hanya aku, anggota-anggota di kampungku pun banyak yang dapat menyekolahkan anak dengan menabung di CUPS. Aku pun mengajak orang muda di kampung untuk menabung. Tiap bulan kukumpulkan tabungan mereka dan kusetorkan ke CU. Senyum bahagiaku ketika mereka dapat memiliki usaha dan pendidikan. Di usiaku yang tak muda lagi kupikir aku telah berbuat walau hanya sedikit yang aku bisa yakni memotivasi orang untuk menabung.

Tiap tanggal 13 Desember di kampungku kami membuat acara adat sebagai hari jadi CUPS di kampungku. Momen ini sekaligus menjadi pengingat bagi kaum muda, bahwa kami telah merintis hal baik yang akan kami wariskan ke mereka.

Riuh rendah suara ibu-ibu bersorak menyadarkanku dari renunganku. Oh rupanya sesi door prize yang selalu menjadi daya tarik dalam tiap acara Pra RAT. Ada yang beruntung, ada yang belum, tapi semua tetap bisa tersenyum sebagai sebuah keluarga besar. Acara telah selesai, sahabatku Bagundan pun mengajakku untuk pulang. Tapi kuminta waktu sebentar untuk mengurus salah satu wargaku yang menjadi salah satu utusan di RAT Pleno nanti.

Setelah rampung, kami pun pulang melewati jalan yang sama namun dengan perasaan yang berbeda, dimana segudang motivasi dibawa pulang untuk dibagikan kepada anggota lain yang tak dapat hadir. Kami generasi tua mungkin memiliki keterbatasan akan pendidikan dan kemajuan tehnologi informasi, tapi paling tidak kami adalah bagian sejarah kecil yang menciptakan perubahan bagi generasi muda untuk menyiapkan dirinya dalam menyongsong masa depan.

(Dikisahkan oleh Daniel Sanan kepada Irwin)

solidaritas

Write a Reply or Comment

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.