Enau atau aren (Arenga pinnata,) adalah palma yang terpenting setelah kelapa (nyiur) karena merupakan tanaman serba guna. Tumbuhan ini dikenal dengan pelbagai nama seperti nau, hanau, peluluk, biluluk, kabung, juk atau ijuk. Bangsa Belanda mengenalnya sebagai aren palm atau zuiker palm. Dalam bahasa Inggris disebut sugar palm atau Gomuti palm.
Keberadaan pohon aren di Ketapang cukup banyak populasinya termasuk di daerah Manjau desa Laman Satong. Selama ini pohon aren kurang dimanfaatkan keberadaannya, padahal diketahui beberapa bagian dari pohon ini memiliki manfaat ekonomis cukup tinggi. Mulai dari gula aren (dari nira-nya), kolang kaling (dari buahnya), sapu lidi (dari lidi daun), ijuk, batang hingga bagian daunnya yang dapat dimanfaatkan sebagai atap.
Gula Aren diperoleh dengan menyadap tandan bunga jantan yang mulai mekar dan menghamburkan serbuk sari yang berwarna kuning. Tandan ini mula-mula dimemarkan dengan memukul-mukulnya selama beberapa hari, hingga keluar cairan dari dalamnya. Tandan kemudian dipotong dan di ujungnya digantungkan tabung bambu untuk menampung cairan yang menetes.
Cairan manis yang diperoleh dinamai nira (alias legen atau saguer), berwarna jernih agak keruh. Nira ini tidak tahan lama, maka tabung yang telah berisi harus segera diambil untuk diolah niranya; biasanya sehari dua kali pengambilan, yakni pagi dan sore.
Setelah dikumpulkan, nira segera dimasak hingga mengental dan menjadi gula cair. Selanjutnya, ke dalam gula cair ini dapat dibubuhkan bahan pengeras (misalnya campuran getah nangka dengan beberapa bahan lain) agar gula membeku dan dapat dicetak menjadi gula aren bongkahan (gula gandu). Atau, ke dalam gula cair ditambahkan bahan pemisah seperti minyak kelapa, agar terbentuk gula aren bubuk (kristal) yang disebut juga sebagai gula semut.
CU. Pancur Solidaritas (FFI) bersama Fauna Flora International (FFI) pada penghujung bulan September 2017 melakukan pelatihan kelompok petani aren Manjau. Adapun materi pelatihan mulai dari pengelolaan ekonomi keluarga, analisa usaha dan pelatihan produksi. Kelompok petani aren di Manjau sendiri baru terbentuk dengan anggota 32 orang petani.
Pak Hendrikus Sara yang juga ketua kelompok menyampaikan apresiasinya, “Kita berterima kasih pada FFI dan CUPS atas dukungan dan pendampingannya, kita berharap kelompok tani ini dapat maju dan berkembanglah”, ujarnya sambil tersenyum.
Yanta dari FFI sendiri berharap kelompok ini dapat memanfaatkan salah satu potensi hasil hutan desa yakni aren yang dimiliki masyarakat Manjau sambil turut merawat dan melestarikan alam yang masih tersisa. “Kita ingin dorong masyarakat dapat memanfaatkan Hutan Desa yang telah disepakati dengan tetap menjaga kelestariannya”, ujar aktivis lingkungan ini.
Antonius Tegaso, dari CUPS yang saat itu membantu melakukan analisa usaha mengungkapkan kelompok ini dapat me-manage baik daris sisi manajerial maupun usahanya. “Inti usaha itu untung dan berkesinambungan, dari hitungan-hitungan lalu sisitem kemitraan yang kita bangun, kita berharap kelompok ini dapat maju bersama, mulai dari pengiris (penyadap), pemilik pohon, ibu-ibu pemasak dan yang mempackaging, hingga yang memasarkan, dan ke depan kita harap mereka dapat membentuk koperasi”.
Manisnya gula aren mudah-mudahan menjadi sebuah harapan baru bagi masyarakat di Manjau yang dapat menjadi sumber penghasilan tambahan bagi masyarakat dimana dengan hasil tambahan masyarakat ekonominya semakin kuat, walau ketika krisis datang melanda. Semoga dengan sinergisitas dari banyak pihak masyarakat makin sejahtera, semoga. (Erwin)