Foto : istimewa
Deputi Bidang Kelembagaan Kementerian Koperasi dan UKM, Meliadi Sembiring
Koperasi di Indonesia perlu melakukan rekayasa kelembagaan melalui pemisahan usaha atau spin-off agar tak tertinggal jauh dari bisnis lainnya.
JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM akan mengupayakan pemisahan atau spin-off usaha koperasi di Indonesia. Pemisahan itu dimaksudkan untuk memperkuat bisnis jaringan koperasi di Tanah Air.
Deputi Bidang Kelembagaan Kementerian Koperasi dan UKM, Meliadi Sembiring, mengatakan tren global saat ini, koperasi secara horisontal sudah mulai membangun jaringan bisnis di tingkat koperasi primer dengan melakukan spin-off.
“Mereka mengajak anggota-anggotanya untuk membangun beraneka macam bisnis dengan membentuk badan hukum formal yang terintegrasi menjadi satu di bawah kendali grup atau holding,” kata Meliadi, di Jakarta, Jumat (13/10).
Integrasi Horisontal
Menurut dia, selama ini koperasi di Indonesia secara kelembagaan belum ada yang mengarah ke integrasi horisontal untuk membangun konglomerasi sosial melalui mekanisme pembagian usaha atau spin-off.
Bahkan, lanjutnya, sesuai data statistik, secara bisnis koperasi masih didominasi usaha simpan pinjam (KSP/USP), yaitu sebanyak 79.543 unit (51,97) dari total koperasi 153.060 unit.
“Sudah ada regulasi termasuk Peraturan Pemerintah yang mengatur soal ini dan beberapa contoh koperasi di Indonesia yang sudah menerapkan spin-off,” katanya.
Dia mencontohkan Koperasi Kredit Keling Kumang di Kalimantan Barat yang telah mampu melakukan spin-off usahanya menjadi lima, yakni Koperasi Kredit Keling Kumang, Yayasan Keling Kumang, Koperasi Konsumen Lima Dua (K-52), Koperasi Produsen Tujuh Tujuh (K77), dan Koperasi Jasa Ladja Tampun Juah.
Pengamat Perkoperasian, Suroto, mengatakan spin-off usaha oleh koperasi telah banyak dilakukan sejumlah koperasi besar di luar negeri. Dia mencontohkan Group Koperasi Mondragon di Spanyol yang punya badan hukum bisnis di sektor industri, keuangan, pendidikan, ritel, dan lain sebagainya.
Selain itu, lanjutnya, ada I CO-OP di Korea Selatan yang menghubungkan produsen dan konsumen dalam jaringan bisnis toko mereka serta bangun banyak lembaga pendukungnya.
“SANASA Group di Srilanka yang dimulai dari bisnis sektor keuangan, merambah ke konstruksi, media massa, ritel, universitas, dan lain sebagainya,” kata Suroto yang juga Ketua Umum Asosiasi Kader Sosio Ekonomi Strategis (AKSES) itu.
Menurut dia, jika koperasi di Indonesia tidak melakukan rekayasa kelembagaan dengan lakukan spin-off, bisnis koperasi akan tertinggal jauh dari bisnis lainnya.
Selain itu, masyarakat juga akan perlahan meninggalkan koperasi karena bisnis sektor keuangan saat ini sudah mengarah ke model fee-based income, sementara koperasi masih andalkan spread atau selisih jasa dari simpanan dan pinjaman.
“Padahal, bank-bank serta bisnis teknologi financial atau fintech sudah banyak menggerus captive pasar koperasi. Kalau dibiarkan berjalan linier dan biasa saja maka koperasi bisa terlewat dari lintas bisnis modern,” katanya. sdk/E-10